Agama dan Makanan

 2 buku karya Samsul Hidayat yang berhubungan Agama dan Makanan; "Halal Food in The Dragon House: Studi Makanan Halal sebagai Soft Power Kerukunan dan Toleransi Masyarakat Multi Etnik dan Agama di Singkawang" (2023) dan "Food and Religion: Eksplorasi Makanan dalam Tradisi Keagamaan," (2024) mengungkap pendekatan multidisipliner dalam memahami peran makanan dalam konteks sosial, agama, dan budaya. Kedua karya ini menawarkan perspektif yang saling melengkapi mengenai makanan sebagai elemen kunci dalam memfasilitasi dialog antaragama, toleransi, dan identitas komunal.

"Halal Food in The Dragon House" secara spesifik fokus pada konteks Singkawang, menyoroti bagaimana makanan halal menjadi alat diplomasi budaya dan ekonomi yang memperkuat kerukunan dan toleransi di masyarakat multi etnik dan agama. Buku ini menggali bagaimana praktik kuliner halal tidak hanya relevan bagi komunitas Muslim, tetapi juga menjadi simbol dari praktik toleransi dan inklusivitas bagi masyarakat luas. Penekanan pada pengembangan makanan halal menunjukkan prospek ekonomi serta sarana memperkuat kerukunan sosial.

Sementara itu, "Food and Religion" memberikan eksplorasi lebih luas tentang bagaimana makanan berperan dalam berbagai tradisi keagamaan dan bagaimana praktik makanan religius mencerminkan dan mempengaruhi dinamika identitas komunitas serta spiritualitas dalam konteks global. Buku ini mencakup analisis mendalam tentang simbolisme, ritual, pengaruh sosial-ekonomi, etika, dan tanggung jawab lingkungan dalam kaitannya dengan makanan dalam tradisi keagamaan. Dengan mengeksplorasi berbagai tradisi agama, buku ini menawarkan wawasan tentang keragaman dan kesamaan antaragama, mempromosikan penghargaan terhadap keberagaman budaya dan agama.

Ketika kedua buku dikaitkan, terlihat bahwa penulis menggunakan studi tentang makanan untuk menjembatani pemahaman antara praktik keagamaan dan kehidupan sosial. "Halal Food in The Dragon House" mengaplikasikan konsep tersebut dalam skala mikro, dengan fokus pada komunitas lokal di Singkawang, sementara "Food and Religion" beroperasi dalam skala makro, mengeksplorasi dinamika global. Dalam kedua kasus, makanan diangkat sebagai medium penting untuk dialog, pemahaman, dan koeksistensi antaragama.

Kesamaan antara kedua buku terletak pada penekanan mereka pada makanan sebagai sarana untuk memperkuat ikatan sosial dan mengembangkan toleransi serta pemahaman lintas budaya. Keduanya menggarisbawahi pentingnya makanan dalam membangun dan memelihara identitas agama dan komunal, serta potensinya sebagai alat untuk diplomasi budaya dan pemajuan perdamaian sosial.

Secara keseluruhan, melalui kedua buku tersebut, Samsul Hidayat menyediakan kontribusi yang berharga untuk studi interdisipliner tentang makanan, agama, dan sosial, menawarkan panduan bagi pembaca untuk memahami kompleksitas interaksi antara makanan, agama, dan identitas dalam masyarakat multikultural dan global saat ini.